PROFESI GURU DI PROVINSI BANTEN
TUGAS MATA KULIAH
Pengembangan Kualitas Tenaga Pendidik dan Tenaga Kependidikan
(Drs. Romli Ardie, M.Pd)
Disusun Oleh :
( KELOMPOK 4 )
1. AHMAD
HARYADHI 2321110011
2. AKHMAD
KHATIB 2321110017
3. MOH.
SABIK ARIFIN 2321110096
4.
SARIPUDIN 2321110141
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Kegiatan pelatihan bagi guru pada dasarnya merupakan suatu bagian yang
integral dari manajemen dalam bidang ketenagaan di sekolah dan merupakan upaya
untuk mengembangkan pengetahuan dan keterampilan guru sehingga pada gilirannya
diharapkan para guru dapat memperoleh keunggulan kompetitif dan dapat
memberikan pelayanan yang sebaik-baiknya. Dengan kata lain, mereka dapat
bekerja secara lebih produktif dan mampu meningkatkan kualitas kinerjanya. Alan
Cowling & Phillips James (1996:110) memberikan rumusan pelatihan sebagai:
“perkembangan sikap/pengetahuan/keterampilan pola kelakuan yang sistematis yang
dituntut oleh seorang karyawan (baca : guru) untuk melakukan tugas atau
pekerjaan dengan memadai”
Penyelenggaraan
program pelatihan dapat bermanfaat baik untuk sekolah maupun guru. Menurut
Sondang Siagian (1997:183-185) manfaat pendidikan dan pelatihan sekolah setidaknya terdapat tujuh manfaat yang dapat dipetik, yaitu: (1)
peningkatan produktivitas kerja sekolah sebagai keseluruhan; (2) terwujudnya
hubungan yang serasi antara atasan dan bawahan; (3) terjadinya proses
pengambilan keputusan yang lebih cepat dan tepat; (4) meningkatkan semangat
kerja seluruh tenaga kerja dalam prganisasi dengan komitmen organisasional yang
lebih tinggi; (5) mendorong sikap keterbukaan manajemen melalui penerapan gaya
manajerial yang partisipatif; (6) memperlancar jalannya komunikasi yang
efektif; dan (7) penyelesaian konflik secara fungsional.
Sedangkan manfaat pelatihan bagi guru, diantaranya : (1) membantu
para guru membuat keputusan dengan lebih baik; (2) meningkatkan kemampuan para
guru menyelesaikan berbagai masalah yang dihadapinya; (3) terjadinya
internalisasi dan operasionalisasi faktor-faktor motivasional; (4) timbulnya
dorongan dalam diri guru untuk terus meningkatkan kemampuan kerjanya; (5)
peningkatan kemampuan guru untuk mengatasi stress, frustasi dan konflik yang
pada gilirannya memperbesar rasa percaya pada diri sendiri; (6) tersedianya
informasi tentang berbagai program yang dapat dimanfaatkan oleh para guru dalam
rangka pertumbuhan masing-masing secara teknikal dan intelektual; (7)
meningkatkan kepuasan kerja; (8) semakin besarnya pengakuan atas kemampuan
seseorang; (9) makin besarnya tekad guru untuk lebih mandiri; dan (10)
mengurangi ketakutan menghadapi tugas-tugas baru di masa depan.
Selanjutnya, pada bagian lain Alan Cowling & Phillips James (1996:110)
mengemukakan pula tentang apa yang disebut learning orgazanizaton atau organisasi yang mau belajar. Dalam hal ini organisasi
diperlakukan sebagai sistem (suatu konsep yang akrab disebut systems
theory) yang perlu menanggapi lingkungannya agar tetap hidup dan makmur.
Menurut pandangan ini, sebuah organisasi akan mengembangkan suatu kemampuan
untuk menanggapi perubahan-perubahan di dalam lingkungannya, yang memastikan
bahwa trasformasi internal terus-menerus terjadi.
Dengan
demikian, suatu organisasi atau sekolah yang mau belajar dapat dikatakan
sebagai suatu organisasi yang memberikan kemudahan kepada anggotanya untuk
melakukan proses belajar dan terus-menerus mengubah dirinya sendiri. Salah satu wujud sekolah sebagai learning
organization adalah adanya kemauan belajar dari para guru
untuk senantiasa meningkatkan kemampuannya, dan salah satunya melalui kegiatan
pelatihan. Dengan demikian, upaya belajar tidak hanya terjadi pada kalangan
siswa semata.
B. Permasalahan
Berdasarkan
yang terurai pada latar belakang maka permasalahan yang muncul adalah Sejauh
mana dampak pendidikan dan pelatihan profesi guru bagi kemajuan pendidikan di
provinsi Banten.
C. Tujuan
Makalah
ini bertujuan untuk mengetahui Dampak Pendidikan dan Pelatihan profesi guru
bagi kemajuan pendidikan di provinsi Banten.
BAB II
PEMBAHASAN
A.
Kompetensi Guru
Pada era globalisasi yang terjadi saat ini, pendidikan memegang
peranan yang sangat penting untuk menciptakan sumberdaya manusia yang handal.
Persaingan global yang terjadi pada dunia pendidikan menuntut adanya jaminan
kualitas layanan dan kemampuan pengelolaan agar menimbulkan kepercayaan
publik terhadap layanan yang diberikan oleh sekolah. Setiap sekolah dan semua elemen-elemen dalam institusi
tersebut harus berupaya meningkatkan mutu pelayanannya secara terus menerus.
Kecenderungan masa kini dan masa depan menunjukkan bahwa setiap sekolah semakin
menyadari pentingnya peningkatan dan mempertahankan kualitas dari institusinya (quality
of organization). Oleh karena
itu, sekolah yang bermutu semakin dituntut untuk memperoleh jaminan kepastian
terhadap mutu pelayanan pendidikan yang diberikannya.
Mutu pendidikan mempunyai tingkatan dari
rendah ke tinggi sehingga berkedudukan sebagai suatu variabel, dalam konteks
pendidikan sebagai suatu sistem, variabel mutu pendidikan dapat dipandang sebagai variabel terikat
yang dipengaruhi oleh banyak faktor seperti kepemimpinan, iklim organisasi,
kualifikasi guru, anggaran, kecukupan fasilitas belajar dan sebagainya.
Terdapat banyak standar mutu dalam pendidikan, misalnya sarana gedung yang
bagus, guru yang terkemuka, nilai moral yang tinggi, hasil ujian yang
memuaskan, spesialisasi atau kejuruan, dorongan orang tua, bisnis dan komunitas
lokal, sumberdaya yang melimpah, aplikasi teknologi mutakhir, kepemimpinan yang
baik dan efektif, perhatian terhadap pelajar dan anak didik, kurikulum yeng
memadai, atau juga kombinasi dari faktor-faktor tersebut. Standar ini
merupakan faktor terciptanya suatu mutu pendidikan, atau faktor yang mempengaruhi mutu pendidikan.
Salah satu sumber daya manusia yang harus dipenuhi
dalam upaya peningkatan mutu pendidikan adalah keberadaan guru yang
professional. Eksistensi guru didasari oleh dasar hukum yang terdapat pada
Undang-undang Republik Indonesia Nomor 15 Tahun 2005 tentang guru dan dosen.
Dengan demikian, tidak ada alasan apapun untuk memarjinalkan dan mengecilkan
eksistensi seorang guru dalam melaksanakan tugasnya. Secara tegas dikatakan
dalam UU tersebut bahwa guru adalah pendidik profesional dengan tugas utama
mendidik, mengajar, membimbing, mengarahkan, melatih, menilai, dan mengevaluasi
peserta didik pada pendidikan anak usia dini jalur pendidikan formal,
pendidikan dasar, dan pendidikan menengah. Guru merupakan suatu profesi,
yang berarti suatu jabatan yang memerlukan keahlian khusus sebagai guru dan
tidak dapat dilakukan oleh sembarang orang di luar bidang pendidikan. Kinerja seorang guru pada sekolah ditunjukan dengan
kemampuan kerja dalam merencanakan pembelajaran, melaksanakan proses
pembelajaran yang bermutu, serta menilai dan mengevaluasi hasil pembelajaran.
Kompetensi guru adalah salah satu faktor yang mempengaruhi tercapainya
tujuan mutu hasil pembelajaran disekolah, namun kompetensi guru tidak berdiri
sendiri, tetapi dipengaruhi oleh latar belakang pendidikan, pengalaman
mengajar, dan lamanya mengajar. Sebagai
standar kompetensi yang perlu dimiliki oleh guru dalam melaksanakan profesinya,
pemerintah mengeluarkan Permendiknas Nomor 16 Tahun 2007 tentang Kualifikasi
Akademik dan Kompetensi Guru. Standar kompetensi guru ini dikembangkan secara
utuh dari empat kompetensi utama, yaitu kompetensi pedagogik, kepribadian,
sosial, dan profesional. Kompetensi guru tersebut bersifat menyeluruh dan
merupakan satu kesatuan yang satu sama lain saling berhubungan dan saling
mendukung. Kompetensi Pedagogik yaitu kemampuan seorang guru dalam mengelola
proses pembelajaran peserta didik. Selain itu kemampuan pedagogik juga
ditunjukkan dalam membantu, membimbing dan memimpin peserta didik. Kompetensi
kepribadian adalah kemampuan kepribadian yang mantap, berakhlak mulia, arif,
dan berwibawa serta menjadi teladan peserta didik. Kompetensi sosial guru
adalah salah satu daya atau kemampuan guru untuk mempersiapkan peserta didik
menjadi anggota masyarakat yang baik serta kemampuan untuk mendidik, membimbing
masyarakat dalam menghadapi kehidupan di masa yang akan datang. Kompetensi
profesional adalah berbagai kemampuan yang diperlukan agar dapat mewujudkan
dirinya sebagai guru profesional. Kompetensi profesional meliputi kepakaran
atau keahlian dalam bidangnya yaitu penguasaan bahan yang harus diajarkannya
beserta metodenya, rasa tanggung jawab akan tugasnya dan rasa kebersamaan
dengan sejawat guru lainnya.
Banyak orang berpendapat yang mengatakan bahwa mutu
hasil pembelajaran ditentukan oleh kompetensi gurunya. Jika kualitas gurunya
buruk, maka 60% buruk pula mutu hasil pembelajarannya. Sebaliknya jika kualitas
gurunya baik, maka 60% mutu hasil pembelajarannya juga baik dan 40% lainnya
dipengaruhi oleh berbagai faktor lainnya. Artinya jika pendidikan ingin maju,
maka harus dimulai dulu dari gurunya.
B.
Dampak Pendidikan dan Pelatihan bagi Guru
Isu
mengenai program pembinaan profesi guru melalui pelatihan telah diungkapkan
oleh Suastra (2006), dengan mengacu pada empat jenis program unggulan yaitu (1)
program peningkatan kualitas pembelajaran melalui pelatihan dan pelaksanaan pembelajaran
dan asesmen inovatif atau pelatihan dan pelaksanaan lesson study, (2) program
peningkatan produktivitas ilmiah guru melalui pelatihan dan pelaksanaan
penelitian tindakan kelas, (3) program peningkatan kualifikasi dan kompetensi
guru melalui studi lanjut ke D4 atau S1, dan (4) program pengembangan karir
guru melalui studi S2. Terkait
dengan pembinaan profesi guru yang dilakukan oleh kepala sekolah, hasil survey
menunjukkan bahwa 97.2% kepala sekolah telah melakukan pembinaan profesi guru,
hanya 2.8% kepala sekolah belum pernah melakukannya. Terungkap pula bahwa 83.3%
kepala sekolah telah melakukan pembinaan pembelajaran dan asesmen inovatif,
hanya 16.7% belum pernah melakukannya. Juga
ditemukan bahwa 58.3% kepala sekolah telah melakukan pembinaan lesson study, walapun cukup banyak yang melakukannya yaitu sebesar 41.7%.
Ditemukan pula bahwa 86.1 % kepala sekolah telah melakukan pembinaan penelitian tindakan kelas dan 13.9%
yang belum pernah melakukannya.
Data-data tersebut menunjukkan bahwa program-program pembinaan profesi guru
telah dilakukan di sebagian besar sekolah. Fakta ini juga didukung oleh pernyataan guru, bahwa
sebagian besar dari mereka mengakui telah pernah mengikuti pelatihan-pelatihan yang dilakukan oleh kepala sekolah.
Dengan telah dilaksanakannya program-program pembinaan
profesi guru dalam bentuk pelatihan
pembelajaran dan asesmen inovatif, pelatihan lesson study, dan pelatihan
penelitian tindakan kelas, seyogyanya para guru telah memiliki pengetahuan konseptual
yang memadai, mampu melakukan pembelajaran dan asesmen inovatif secara
intensif, melakukan lesson study secara optimal,
dan melakukan penelitian tindakan kelas
secara berkelanjutan. Namun, hasil penelitian ini menunjukkan bahwa pengetahuan
konseptual guru tentang pembelajaran dan asesmen inovatif berkategori kurang (M = 51.3 dan SD
= 11.4), pengetahuan konseptual guru tentang lesson study berkategori kurang (M = 48.8 dan
SD = 15.3), dan pengetahuan konseptual guru tentang penelitian
tindakan kelas adalah kurang (M = 44.4 dan SD
= 11.1).
Rendahnya pengetahuan
konseptual guru tentang pembelajaran dan asesmen inovatif mengindikasikan bahwa peran guru sebagai agen
pembaharuan sulit untuk dapat diwujudkan secara optimal.
Padahal, pengetahuan konseptual tentang pembelajaran dan asesmen inovatif merupakan hal yang sangat penting
bagi guru dalam memajukan proses dan produk belajar siswa.
Santyasa (2006) menyatakan bahwa pembelajaran dan asesmen inovatif merupakan wujud gagasan baru bagi guru
sebagai agen pembaharuan dalam pembelajaran untuk mampu
memfasilitasi pebelajar dalam memperoleh kemajuan dalam proses dan hasil belajar.
Dalam pelaksanaan Lesson Study, ada 8
(delapan) peluang yang dapat diperoleh oleh guru yang dapat membantu pengembangan profesionalismenya
(Lewis, 2002), yaitu (1) memikirkan dengan cermat mengenai
tujuan pembelajaran, materi pokok, dan bidang studi, (2) mengkaji dan mengembangkan pembelajaran yang
terbaik yang dapat dikembangkan, (3) memperdalam
pengetahuan mengenai materi pokok yang diajarkan, (4) memikirkan secara mendalam tujuan jangka panjang yang
akan dicapai yang berkaitan dengan siswa, (5) merancang
pembelajaran secara kolaboratif, (6) mengkaji secara cermat cara dan proses belajar serta tingkah laku
siswa, (7) mengembangkan pengetahuan pedagogis yang kuat penuh
daya, dan (8) melihat hasil pembelajaran sendiri melalui pandangan siswa dan kolega. Kedelapan
peluang tersebut tampaknya belum mampu diraih oleh para guru
secara optimal. Pernyataan ini didukung oleh temuan penelitian yang mengungkapkan bahwa para guru
memiliki pengetahuan konseptual dan terapan mengenai
lesson study yang relatif rendah. Rendahnya pengetahuan
konseptual dan pengetahuan terapan guru tentang lesson study tersebut mengindikasikan profesionalisme dan
kompetensi guru masih relatif rendah.
Indikator lain yang
juga mencerminkan rendahnya profesionalisme dan kompetensi guru adalah temuan survey yang mengungkapkan
bahwa rendahnya pengetahuan konseptual dan
pengetahuan terapan bagi guru tentang penelitian tindakan kelas. Artinya, penelitian tindakan kelas yang sangat
potensial untuk pembinaan profesi dan kompetensi guru belum mampu
diberdayakan. Pada hal, para ahli menyatakan bahwa: ”Penelitian tindakan kelas dapat digunakan sebagai
dasar pembinaan profesi dan peningkatan kompetensi guru” (Jones
& Song, 2005; Kirkey, 2005; McIntosh, 2005).
Praktik pembelajaran melalui
penelitian tindakan kelas dapat meningkatkan profesi guru, karena penelitian tindakan kelas dapat membantu
pengembangan kompetensi guru dalam menyelesaikan masalah
pembelajaran mencakup kualitas isi, efisiensi, dan efektivitas pembelajaran, proses, dan hasil belajar siswa
(Jones & Song, 2005; Kirkey, 2005; McIntosh, 2005).
Rendahnya pengetahuan konseptual guru
tentang pembelajaran dan asesmen inovatif, lesson study, dan penelitian tindakan kelas tersebut mengindikasikan
bahwa pelaksanaan pembelajaran dan asesmen inovatif, lesson study, atau penelitian tindakan kelas bagi para guru tidak optimal. Walapun guru
menyatakan telah mengikuti pelatihan-pelatihan dan mampu
mengimplementasikannya dalam pembelajaran, namun proses dan hasilnya diduga kurang mampu mencerminkan
prinsip-prinsip inovasi pembelajaran dan asesmen, prinsip lesson study, atau prinsip penelitian tindakan kelas. Pernyataan ini didukung oleh temuan survey bahwa sebagian
besar rencana dan pelaksanaan pembelajaran (RPP) buatan guru
belum mengindikasikan telah dilaksanakannya pembelajaran dan
asesmen inovatif, lesson study, atau penelitian tindakan kelas. Temuan lain yang juga mendasari, bahwa
hanya 28% guru telah memiliki proposal penelitian tindakan
kelas dan 72% belum pernah menyusun proposal penelitian tindakan kelas, hanya 22% guru telah memiliki
laporan penelitian tindakan kelas, dan 78% guru tidak memiliki
laporan penelitian kelas, karena belum pernah melakukannya. Fakta ini menunjukkan bahwa produktivitas
guru dalam melakukan inovasi yang menunjang pengembangan
profesionalismenya adalah relatif rendah.
Rendahnya produktivitas guru dalam menunjang pengembangan
profesionalisme mereka, disebabkan karena adanya
kendala-kendala dalam melaksanakan pembelajaran dan asesmen inovatif, lesson study, dan penelitian tindakan kelas. Kendala-kendala tersebut adalah banyak guru belum memiliki pedoman
pelaksanaan standar (standar operating procedur/SOP) baik untuk pembelajaran dan asesmen inovatif, lesson study, maupun untuk penelitian tindakan
kelas. Pernyataan ini terbukti dari temuan penelitian, bahwa
dari 108 guru, 62.1 % nya menyatakan belum memiliki pedoman dalam melaksanakan
pembelajaran inovatif, sedangkan selebihnya menyatakan telah memiliki. Untuk pelaksanaan lesson study, 68.5% guru menyatakan belum memiliki pedoman, dan untuk pelaksanaan penelitian tindakan kelas, 44.5%
guru menyatakan belum memiliki pedoman.
Belum optimalnya pengetahuan konseptual dan pengetahuan terapan
guru tentang pembelajaran dan asesmen inovatif, lesson study, dan penelitian tindakan kelas akan bermuara pada belum optimalnya kualitas proses
pembelajaran yang dialami oleh siswa di sekolah. Proses
pembelajaran yang belum optimal akan memberikan perolehan belajar bagi siswa yang juga belum optimal. Sebagai
perolehan belajar dapat berupa pemahaman atau kemampuan pemecahan
masalah. Temuan ini mengungkapkan bahwa kualitas
pemahaman dan kemampuan pemecahan masalah bagi siswa berkategori kurang. Perolehan belajar siswa dapat ditingkatkan dengan cara menyediakan
pelayanan pembinaan dan pengembangan produktivitas guru.
Produktivitas guru dapat ditingkatkan melalui
aktivitas-aktivitas in service
trainning, baik melalui pelatihan tentang pembelajaran dan asesmen inovatif, lesson study, maupun pelatihan penelitian tindakan kelas. Aktivitas-aktivitas pelayanan tersebut
ternyata memberikan dampak positif, tidak hanya dalam pembinaan
profesi guru, tetapi juga peningkatan perolehan belajar siswa. Oleh sebab itu, pembinaan profesi guru
menjadi sangat penting untuk dilakukan secara berkelanjutan. Fasilitas yang sangat
mendukung efesiensi dan efektivitas pembinaan profesi guru dapat berupa model
pelatihan, baik model pelatihan pembelajaran dan asesmen inovatif, lesson study, maupun model pelatihan penelitian tindakan kelas. Fasilitas-fasilitas pelatihan tersebut
sangat diharapkan untuk segera dikembangkan oleh sebagian besar
kepala sekolah.
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Terdapat indikasi bahwa masih banyak guru belum terlibat
secara optimal dalam pendidikan dan pelatihan pembelajaran dan asesmen
inovatif, lesson study, atau penelitian tindakan kelas. Hal ini
berdampak pada rendahnya pengetahuan konseptual dan pengetahuan terapan bagi guru tentang pembelajaran dan
asesmen inovatif, lesson study,
dan penelitian tindakan kelas. Sebagian besar Rencana dan Pelaksanaan Pembelajaran (RPP)
yang dibuat oleh guru belum mencerminkan pelaksanaan pembelajaran dan asesmen inovatif, lesson study, atau penelitian tindakan kelas. Sebagian besar guru belum memiliki proposal atau laporan
penelitian tindakan kelas. Pengetahuan
konseptual dan pengetahuan terapan guru tentang pembelajaran dan asesmen inovatif, lesson study, atau penelitian tindakan kelas adalah berkategori kurang. Rendahnya kualitas pengetahuan konseptual dan pengetahuan
terapan guru tentang pembelajaran dan asesmen inovatif, lesson study, dan penelitian tindakan kelas berdampak pada rendahnya kualitas proses
pembelajaran yang dialami siswa, sehingga bermuara pada rendahnya
perolehan belajar yang dicapai oleh siswa. Hal ini terjadi karena belum semua guru pernah terlibat dalam aktivitas-aktivitas pelatihan. Pembinaan profesi guru telah dilakukan oleh kepala sekolah, namun
pelaksanaannya belum menggunakan model pelatihan yang standar, terutama yang menyangkut standar
pengetahuan maupun standar prakteknya. Pembinaan profesi guru merupakan suatu keniscayaan untuk
peningkatan kompetensi mereka. Peningkatan kompetensi guru akan
berdampak positif pada mutu lulusan.
B. Saran
Agar kegiatan pelatihan
yang diselenggarakan oleh suatu sekolah benar-benar dapat memberikan manfaat
bagi kemajuan guru maupun bagi organisasi itu sendiri, maka perlu ditempuh
beberapa langkah dalam suatu kegiatan pelatihan. Sondang Siagian (1997:185-203)
memaparkan tujuh langkah dalam kegiatan pelatihan, yaitu :
1) Penentuan kebutuhan
2) Penentuan sasaran
3) Identifikasi isi program;
4) Identifikasi prinsip-prinsip belajar;
5) Pelaksanaan program;
6) Identifikasi manfaat;
7) Penilaian pelaksanaan program