MAKALAH
PRAKTEK
TEKNOLOGI PEMBELAJARAN
Disusun
oleh :
KELOMPOK 2 (KELAS E)
1.Dewi Surani
:
231110035
2.Endang Hanimah
: 231110051
3.Nadrotun Nufus : 231110106
Tugas
Mata Kuliah
Landasan
dan Konsep Teknologi Pembelajaran
(Prof.
Dr. H. Sholeh Hidayat, M. Pd.)
PROGRAM PASCA SARJANA TEKNOLOGI PEMBELAJARAN
UNIVERSITAS SULTAN AGENG TIRTAYASA
SERANG-PROVINSI BANTEN
2011
BAB I
PENDAHULUAN
Teknologi
Pembelajaran berkembang secara konsisten melalui serangkaian teori dan praktek.
Konsistensi terjadi karena teori memberikan pengarahan bagi praktek, dan sebaliknya
praktek dapat mendahului analisis teoritik.
Disiplin
Teknologi Pembelajaran dianggap unik karena selain teori dan praktek di
lapangan, bidang ini mengandalkan model-model sekaligus mendukung teori-teori
yang digunakan.
Praktek
sangat berpengaruh terhadap proses evolusi bidang Teknologi Pembelajaran,
sehingga mempunyai dampak yang besar terhadap pembentukan bidang garapan
sendiri. Dan praktek mempunyai pengaruh yang lebih besar daripada teori bagi mereka
yang ada di luar bidang Teknologi Pembelajaran.
BAB II
PEMBAHASAN
PRAKTEK
TEKNOLOGI PEMBELAJARAN
Elemen-elemen yang dapat memudahkan atau mempersulit
penggunaan model serta teori dalam praktek Teknologi Pembelajaran antara lain :
1. Jenis
materi pembelajaran;
2. Sifat
atau karakteristik pemelajar;
3. Organisasi
dimana pembelajaran berlangsung;
4. Kemampuan
sarana yang tersedia; dan
5. Keahlian
para praktisi.
Dimensi
praktek Teknologi Pembelajaran berkembang sejalan dengan perkembangan potensi
teknologi. Introduksi mikro-komputer di bidang pendidikan dan pelatihan secara
drastis mengubah keberadaan proses praktek di lapangan. Penggunaan komputer
yang semakin memasyarakat serta semakin canggih teknologinya, memungkinkan
perkembangan praktek Teknologi Pembelajaran meningkat dengan pesat.
Mutu
praktek ditentukan oleh keterampilan dan keahlian para praktisi. Keahlian itu
berkembang secara bertahun-tahun, dan melaksanakan fungsi perubahan dalam
bidang baik secara teoritikal maupun praktikal. Selain itu juga berguna
menjelaskan hakekat posisi praktisi dalam lapangan kerja.
1.
Konteks Praktek Teknologi Pembelajaran
Latar belakang serta tempat kerja para praktisi yang beragam
mempengaruhi perkembangan keyakinan, nilai-nilai, serta prioritas dalam bidang.
Pengaruh ini jelas dapat terlihat dalam bidang Teknologi Pembelajaran, yaitu
dengan terjadinya perubahan besar dalam latar pekerjaan para teknolog
pembelajaran selama 25 tahun ini.
a.
Lingkup
Praktek Teknologi Pembelajaran:
Teknologi
Pembelajaran dapat menghasilkan lulusan yang dapat bekerja di bidang : - Kesehatan
-
Sekolah
-
Bisnis dan Industri
-
Tempat ibadah, rumah,
dan masyarakat
-
Pemerintahan
Gambar
1: Pilihan Bagi Lulusan Teknologi Pembelajaran
Meluasnya
pilihan lapangan kerja bagi para teknolog pembelajaran (Gambar 1) mempunyai dampak yang sangat berarti bagi bidang. Sekarang
ini dalam kebanyakan wilayah geografis, tugas pelatihan mempersyaratkan
pendidikan lanjutan dalam bidang Teknologi Pembelajaran atau bidang yang
berkaitan. Kegiatan pengembangan pembelajaran di latar luar sekolah cenderung
lebih banyak dilakukan dibandingkan dengan di sekolah, namun spesialis media di
sekolah tetap merupakan standar pada kebanyakan lembaga persekolahan, dan
mereka mempengaruhi perancangan dan implementasi kurikulum (Ely : 1992).
Negara-negara berkembang menentukan arah pembangunan
pendidikan melalui bidang Teknologi
Pembelajaran. Sebagai tambahan, beberapa negara seperti Kanada dan Belanda
termasuk Indonesia mempunyai program akademik Teknologi Pembelajaran di
perguruan tinggi dan universitas mereka secara meluas dan semakin mantap dengan
berkembangnya penelitian dan pustaka internasional.
Satu lagi kekhasan praktek dalam bidang ini adalah
kenyataan bahwa banyak lembaga yang memasukkan aplikasi teknologi ke dalam
lingkungan pekerjaan mereka. Berbagai teknologi itu, bukan semata-mata menjadi
wilayah eksklusif bidang Teknologi Pembelajaran. Perekayasa system, pemrogram
komputer, guru dan akademisi dalam berbagai bidang keahlian, semuanya tertarik pada teknologi dank arena itu
menggunakannya.
b.
Variasi
Praktek di Berbagai Tempat Bekerja
Dengan
makin berkembang dan menonjolnya pelatihan di lingkungan bisnis dan industrial
di beberapa daerah, telah berkembang pula topik-topik baru dalam bidang
teknologi Pembelajaran, seperti :
a. Pembelajaran
berorientasi keterampilan yang diikuti kemudian dengan transfer pelatihan;
b. Pembelajaran
mengacu pada materi bukan pemelajar;
c. Analisis
tahap awal dan desain system pembelajaran;
d. Teknologi
belajar jarak jauh;
e. Hakekat
pemelajar dewasa; dan
f. Teknologi
kinerja.
Lingkungan
pelatihan seringkali merupakan arena dimana banyak produk teknologi canggih sekarang ini
dikembangkan. Hal ini terjadi karena perusahaan swasta seringkali lebih
menekankan pada penggunaan teknologi sebagai sumber dibandingkan dengan sekolah.
Perusahaan besar dapat menyebarkan investasi teknologinya kepada sejumlah besar
peserta latihan, sehingga pengeluaran untuk tiap peserta tetap hemat biaya (cost efficient).
Lingkungan
pelatihan juga menekankan pada produktivitas, serta mengurangi waktu dalam
merancang ulang. Tekanan pada produktivitas dan waktu ini mengarah pada
dikembangkannya sistem penunjang kinerja elektronik serta pendekatan baru dalam
kegiatan perancangan dan pengembangan untuk menemukan teknik yang lebih efisien
(Dick, 1993; Wager,
1993). Tetapi pada bagian lain, kegiatan pengembangan itu cenderung mengabaikan
hal-hal yang penting, misalnya evaluasi dan umpan balik, karena pertimbangan
penghematan waktu dan dana.
Sekolah
mempunyai kepentingan lain yang mempengaruhi praktek Teknologi Pembelajaran
dalam lingkungan ini, termasuk :
a.
Pembelajaran dengan
kendali guru yang luwes;
b.
Memenuhi kebutuhan
komprehensif para peserta didik;
c.
Pembelajaran yang
tidak dirancang dengan analisis “front-end” secara menyeluruh; dan
d.
Penilaian dan
evaluasi.
Aplikasi Teknologi Pembelajaran di
sekolah memungkinkan para guru untuk membuat keputusan mendadak untuk memenuhi
kebutuhan khusus peserta didik atau karena adanya peristiwa khusus. Meskipun
dalam lingkungan sekolah, sumber teknologi yang dipunyai oleh tingkat TK hingga SMA lebih sedikit
dibandingkan dengan di lingkungan perusahaan, namun strategi pembelajaran yang
digunakannya lebih bervariasi karena waktu yang tersedia relatif lebih lama
dibandingkan strategi yang dilakukan di situasi pelatihan karena waktu
pelatihan yang relatif singkat. Jadi meskipun di lingkungan sekolah waktu dan
sumber dananya terbatas, prosedur penilaian dan evaluasi yang diadakan di
sekolah lebih dihargai daripada yang dilakukan perusahaan (Seels dan Glasgow,
1991).
Prinsip Teknologi Pembelajaran
sudah diterapkan dalam berbagai situasi belajar sehingga memperkaya praktek di
lapangan, walaupun mengakibatkan perbedaan pendapat.
2.
Pekerjaan Teknologi Pembelajaran
Pekerjaan para teknolog pembelajaran
biasanya ditentukan oleh struktur dan tujuan dari suatu lingkungan kerja
tertentu dengan merujuk aturan dan pola jabatan dalam lembaga tersebut. Seels dan Glasgow
(1990) menguraikan pangsa pasar kerja dengan membedakan dua peran, yaitu
peneliti dan praktisi. Peneliti yang berkarya di lembaga akademik mungkin
berkepentingan dengan setiap kawasan, namun biasanya mereka mengkhususkan diri
pada satu atau dua bidang minat.
Praktisi mungkin saja menaruh perhatian pada setiap kawasan dalam bidang
Teknologi Pembelajaran. Namun mereka ini cenderung mngkhususkan diri ke dalam
lingkup yang terbatas. Lingkup Teknologi Pembelajaran yang sangat luas tidak
memungkinkan seseorang untuk menguasai keahlian dalam setiap kegiatan dalam
kawasan. Keadaan ini berlaku baik bagi teoritisi maupun praktisi. Kebanyaka
teknolog pembelajaran mempunyai pekerjaan yang menuntut keahlian khusus dalam
satu atau dua bidang misalnya desain dan pengembangan teknologi tertentu atau
pemanfaatan media.
Seels dan Glasgow
(1990) menunjukkan konseptualisasi peranan perancang pembelajaran secara
menyeluruh.
Gambar 2 :
Profesi Perancang Pembelajaran
Dalam gambar 2 dijelaskan
peranan sebagai fungsi kategori utama pekerjaan, lingkungan kerja, dan bentuk
produk yang dihasilkan. Sebagai salah satu contoh, seorang perancang
pembelajaran bekerja sebagai pegawai negeri dengan tugas khusus dalam pembuatan
modul pembelajaran berbasis computer. Pekerjaan ini memerlukan keahlian yang
berjenjang, mulai jenjang dasar (I), menengah (II), dan lanjut atau mahir
(III). Kerangka kerja ini mungkin saja diperluas secara menyeluruh dengan
sedikit modifikasi.
Penamaan jabatan itu sendiri berbeda-beda dalam setiap lembaga, bahkan
dalam suatu lingkungan kerja yang sama. Dalam lingkungan sekolah, orang-orang
yang mempunyai keahlian dalam mrancang mungkin menjabat sebagai guru, kepala
sekolah, atau spesialis kurikulum. Dalam lingkungan lembaga pelatihan, orang
dengan keahlian merancang pembelajaran mungkin disebut dengan jabatan sebagai
perancang, tetapi mungkin saja dengan nama jabatan lain. Rothwell dan Kazanas
(1992) mengidentifikasi penamaan jabatan alternatif dengan sebutan teknolog
kinerja, pengembang pembelajaran, penyelia proyek, spesialis pendidikan,
pendidik karyawan, pelatih, teknolog pembelajaran, atau spesialis sistem
pembelajaran.
Untuk memenuhi kualifikasi dalam pekerjaan, seseorang harus menguasai
satu atau lebih kawasan dalam bidang Teknologi Pembelajaran. Biasanya pekerjaan
ini berkaitan dengan produk pembelajaran atau keduanya.
3.
Peran Keahlian Para Praktisi
1. Pelatihan Formal dan Pelatihan Ulang
Para teknolog pembelajaran sekarang ini yang berkarya dalam berbagai
situasi, lebih terampil dibandingkan generasi sebelumnya. Di Amerika Serikat,
selama tahun 1991 ada 195 program magister(S2) serta 63 program doktor dalam Teknologi
Pembelajaran.Jumlah program akademik itu menurut Ely
(1992) cenderung stabil.
Para teknolog pembelajaran yang mempraktekkan ilmu di lapangan akan
terus mengembangkan keahlian serta keterampilan mereka melalui kegiatan yang
dilakukannya di luar lingkup program pelatihan formal. Usaha mereka merupaka karakteristik bidang Teknologi
Pembelajaran sebagai akibat dari perkembangan teknologi baru yang pesat.
Keadaan ini mnyebabkan berkembang biaknya kegiatan kuliah lanjutan, seminar,
workshop, dan pertemuan organisasi yang seringkali dihadiri oleh peserta yang
melimpah.
2. Sertifikasi Kompetensi Profesional
Seiring dengan meluasnya bidang
Teknologi Pembelajaran, organisasi-organisasi profesi melakukan tugas
mengembangkan dan menyepakati daftar kompetensi inti untuk jabatan praktisi,
terutama bagi mereka yang bekerja di sektor pelatihan. Divisi Instructional Development
dari organisasi AECT bersama dengan National Society for Performance and Instruction
(NSPI) membentuk satuan tugas untuk melaksanakan tugas serupa.
Menurut satuan tugas
tersebut, rumusan kompetensi selain diperlukan sebagai dasar untuk sertifikasi,
juga untuk dapat digunakan untuk :
a. Penilaian
diri dan pengembangan diri;
b. Menciptakan
terminology yang sama;
c. Pengembangan
program akademik;
d. Membantu
atasan untuk mengidentifikasi praktisi yang memenuhi syarat; dan
e. Landasan
untuk merumuskan bidang (Task Force on ID Certification. 1981).
Sekarang masalah sertifikasi sering
diartikan sebagai suatu gerakan mutu demi tercapainya standardisasi mutu di
lingkungan industri Amerika. Sertifikasi diajukan sebagai suatu cara untuk
membatasi keragaman, suatu cara untuk menjamin mutu kinerja dan mutu produk
pembelajaran. Bagaimanapun, dalam kenyatannya masih banyak kontroversi mengenai
sertifikasi dan standardisasi mutu.
Pada saat ini, sertifikasi untuk guru pada
umumnya dipersyaratkan. Berdasarkan itu ada sejumlah orang yang berpendapat
agar sertifikasi bagi professional dalam Teknologi Pembelajaran dalam
lingkungan pelatihan juga diwajibkan. Meskipun ada desakan agar ditentukan
sertifikasi bagi spesialis teknologi di sekolah, namun pada saat sekarang ini
hanya sertifikasi untuk spesialis media dalam perpustakaan sekolah saja yang
disepakati untuk diwajibkan.
Sertifikasi program
akademik selama ini menjai tanggung jawab NCATE (National Council for Accreditation of Teacher Education).
Badan ini mengakui Teknologi Pembelajaran sebagai landasan pengetahuan bagi
program persiapan guru atau professional lanjutan dalam bidang pendidikan.
Program Teknologi Pembelajaran dikaji dengan dukungan AECT, yang menyetujui
standar, melatih pengkaji, dan menerbitkan keputusan akhir. Program Teknologi Pembelajaran yang telah
disetujui, memberikan sumbangan terhadap keseluruhan akreditasi fakultas ilmu
pendidikan.
B.
Etika Praktek Teknologi Pembelajaran
Penyusunan
Standar Etik
Salah satu syarat
pokok setiap profesi, ialah adanya pengakuan dan pelaksanaan atas suatu
perangkat etika praktek. Standar etik ini selanjutnya akan menentukan bagaimana
kegiatan praktek sehari-hari sebaiknya dilakukan. AECT sejak dibentuknya lebih
kurang 35 tahun yang lalu sudah menetapkan kode etik profesi termasuk prosedur
untuk mengatasi masalah etis.
Etika memberikan
pengaruh kepada berbagai bidang yang beragam seperti pada politik, keuangan,
olahraga, penelitian akademik, dan manufaktur. Definisi etika menurut kamus
adalah “suatu perangkat nilai moral, prinsip yang mengatur perilaku seseorang
atau kelompok”. Standar perilaku ini berperan sebagai sumber abstrak yang merupakan
panduan untuk kegiatan sehari-hari. Oleh karena itu merupakan bagian vital
dalam menentukan norma perilaku professional dalam setiap bidang.
Masalah Etika Profesi
Perubahan cepat
karena teknologi menyebabkan perubahan pada norma etika, sehingga diperlukan
pengembangan dan penyebarluasan etika yang lebih baru sesuai dengan kemajuan
teknologi. Ada topik-topik yang jelas seperti ketepatan penggunaan dari
teknologi penggandaan misalnya teknologi cetak, audio, dan video, ditambah
dengan penggandaan melaui komputer. Standar perubahan tadi berdampak pada etika
hukum hak cipta, serta prosedur pemanfaatan penggandaan secara benar. Selain
itu, kegiatan oknum tertentu (hackers) memungkinkan mereka memasuki data base
orang lain secara tidak sah, serta membuat dan menyebarkan virus komputer. Hal
ini memang merupakan masalah baru yang harus diantisipasi. Tentu saja
pelanggaran tersebut dapat diajukan ke pengadilan seperti kebiasaan pelanggaran
kode etik.
Teknologi baru
juga menyebabkan masalah etika baru, yang bagi orang awam tidak begitu disadari
dan dampaknya juga tidak dirasakan. Seperti misalnya masalah persamaan dalam
memperoleh kesempatan pendidikan sehubungan dengan perkembangan teknologi. Penggunaan
teknologi dalam pendidikan secara efektif menuntut adanya perubahan sistemik,
agar diperoleh akses terhadap sarana, perangkat lunak, dan proses pembelajaran
yang inovatif. Kenyataan ini dapat mengakibatkan makin lebarnya jurang pemisah
antara “mereka yang kaya” dan “mereka yang miskin”. Hal ini merupakan dilema
secara etis maupun praktis.
C.
Pengaruh Praktek terhadap Evolusi Teknologi Pembelajaran
Teknologi pembalajaran telah berkembang dari anggapan
sebagai keterampilan tangan menjadi profesi, dan sekarang sebagai
bidang kajian. Evolusi tersebut terjadi seiring dengan proses pertumbuhan di
berbagai tempat kerja, yang diawali dengan praktek tingkat teknisi dan
berkembang sampai tingkat profesi yang memerlukan kemampuan lanjutan dan
persiapan yang jauh lebih baik, dan kemudian menjadi suatu bidang kajian dengan
ciri penelitian ilmiah dan keahlian para praktisi. Proses evolusi sudah
diuraikan beberapa kali dalam seri kajian, serta dengan usaha mendefinisikan
lingkup dan fungsi bidang teknologi pembelajaran.
1. Pekerjaan dalam Studi Media Pembelajaran
1970
Menjelang akhir tahun 1960an Department of Audiovisual Instruction dari National Education Association yaitu cikal bakal organisasi AECT,
melaksanakan analisa praktek Teknologi Pembelajaran, yang pada hakekatnya menunjukkan
perkembangan historis praktek yang dilakukan pada saat itu.
- Landasan Kajian.
Kajian JIMS disusun berdasarkan dua
orientasi tepisah. Orientasi pertama yaitu analisis fungsional pekerjaan.
Teknik ini dikembangkan oleh Sidney A. Fine dari
Upjon Institute for employment Research.
Teknik analisis fungsional pekerjaan mencakup kegiatan identifikasi
berbagai macam tugas dalam suatu pekerjaan tertentu. Tugas-tugas tersebut
dikelompokkan berdasarkan kategori apakah tugas tersebut berkaitan dengan data,
orang atau barang. Setiap kategori dirinci lagi kedalam fungsi yang menguraikan
tingkat kesulitan dan dikaitkan dengan tingkat kebutuhan pembelajaran
yang diperlukan untuk melaksanakan fungsi tersebut.
Selain analisis fungsional, kajian JIMS
tersebut dipengaruhi oleh satu model kawasan yang ada dalam Teknologi
Pembelajaran sebagaimana dikembangkan oleh Media
Guidelines Projects of Teaching
Research Division of the Oregon System of Higher Education.
Gambar 3, menjabarkan kawasan teknologi pembelajaran seperti
disajikan dalam JIMS. Model JIMS memang sama dengan model yang dikembangkan di
Oregon. Pandangan Oregon mengidentikkan kawasan dalam bidang Teknologi Pembelajaran
dengan fungsi yang dilaksanakan oleh para praktisi. Bagan
tadi adalah gagasan AECT yang pernah diajukan dalam definisi teknologi
pembelajaran tahun 1972 dan 1977. Definisi terbaru (1994) juga mencantumkan
jabatan fungsional tadi. Perbedaan yang ada antara definisi lama dan baru
adalah sebelumnya fungsi praktisi menentukan kawasan
bidang.
Gambar 3 : Kawasan Teknologi Pembelajaran Berdasarkan Laporan
JIMS
- Pengaruh dan
Perluasan Laporan JIMS.
Salah satu kesimpulan yang diperoleh
dari laporan JIMS adalah bahwa sebagian besar pekerjaan termasuk dalam bidang tugas pendamping-profesi (paraprofesional)
seperti misalnya pengoperasian peralatan. Akibatnya proyek bergeser ke
sistematika penggelompokkan pekerjaan yang menjadi landasan kearah jenjang
karir. Dengan demikian laporan JIMS membantu satu basis pengembangan bidang
menjadi suatu profesi.
Laporan JIMS juga merupakan landasan
untuk pekerjaan lain dengan jalan menganalisis hakekat suatu bidang. Perluasan kedua
atas laporan JIMS adalah pengkajian peran personil media yang dilakukan oleh Chisholm dan Ely
(1976). Inti buku tersebut dapat diringkas seperti yang ada dalam gambar 4.
Gambar 4 :
Fungsi yang dilaksanakan Personil Media Dalam Kaitannya dengan Pemakai
Meskipun definisi AECT 1977 disesuikan
dengan model kawasan dalam laporan JIMS, namun pada dasarnya klasifikasi
jabatan fungsional secara praktis sama. Jadi, definisi 1977 telah memperluas
penerapan pendekatan analisis jabatan fungsional untuk digunakan dalam
menjabarkan bidang teknologi pembelajaran.
2. Hubungan antara Definisi 1994 dengan
Praktek
Definisi teknologi pembelajaran sekarang
disajikan sebagai suatu refleksi dari teori dan praktek. Kawasan-kawasan
mewakili landasan ilmiah dari bidang dan sekaligus membantu menentukan skema
klasifikasi tentang cara bagaimana secara khusus pengetahuan tersebut
diterapkan dalam lingkungan pekerjaan. Meskipun nama-nama kawasan mengandung
arti proses, setiap kawasan pertama-tama harus dijabarkan dalam bentuk
kegiatan, untuk memperkuat hubungannya dengan dunia kerja. Sebagai contoh,
kegiatan yang berkaitan dengan kawasan desain dapat meliputi analisis isi atau
membuat petunjuk kerja. Demi menjaga keutuhan definisi, kegiatan-kegiatan dalam
setiap kawasan dapat dikaitkan baik kepada proses maupun sumber pembelajaran.
Hubungan kegiatan ini ditunjukkan pada gambar
5.
Secara ringkas dapat dikatakan bahwa
proses atau kegiatan yang berkaitan dengan produk merupakan rumusan fungsi dari
kawasan yang bersangkutan.
Masih banyak kompetensi profesional yang
dapat ditunjukkan oleh para teknolog pembelajaran meskipun pekerjaannya
hanya meliputi salah satu kawasan. Kecuali itu ada nama-nama jabatan yang
dikaitkan dengan bidang kompetensi dan kinerja. Perkembangan suatu bidang
biasanya diiringi dengan pertumbuhan lapangan kerja, kompetensi, serta proses
dan sumber yang dikaitkan dengan setiap segi dalam bidang tersebut. Sebagai
akibat dari pertumbuhan dalam bidang teknologi pembelajaran, telah
berkembang nama jabatan, termasuk jumlah pekerjaan. Tingkat keahlian rata-rata
juga tampak berkembang, dan dengan sendirinya rentang dan jenis kompetensi juga
berkembang guna melengkapi perluasan teknologi itu sendiri.
Gambar 5 :
Hubungan antara Kawasan dan Kegiatan dalam Bidang
Pertumbuhan dalam satu bidang, dapat
merentangkan bahkan melewati batas-batas tradisional bidang tersebut. Dalam
kata lain, proses penyusunan definisi ini meupakan usaha untuk menetapkan dan
menguji batas bidang. Pertumbuhan dalam praktek teknologi pembelajaran sejak
lebih seperempat abad yang lalu, tampaknya mendukung definisi 1994 dengan
kelima struktur kawasannya. Usaha ini juga merupakan kerangka untuk
mengakomodasi perkembangan praktek teknologi pembelajaran di masa depan.
Kerangka tersebut akan dapat menampung kegiatan kerja baru, kompetensi
profesional baru, teknologi baru, dan proses baru yang
ditemukan.
RINGKASAN
Definisi teknologi pembelajaran 1994 menjabarkan bidang
ini sebagai suatu teori sekaligus praktek. Bab ini secara khusus membahas
bidang dari orientasi praktek. Akhir-akhir ini, praktek teknologi pembelajaran
sangat dipengaruhi oleh konteks tempat bekerja, rentang pekerjaan yang terbuka,
dan peringkat keahlian yang diharapkan bagi mereka yang terlatih dalam berbagai
aspek dalam bidang. Kecuali itu, praktek juga dibentuk dengan standar etik
profesi yang berlaku. Jelas bahwa pertumbuhan di masa depan akan terus dibentuk
oleh praktek, maupun oleh perkembangan kerangka intelektual.